BEAL’S LIST ( predatory journal ) , KITA TERIMA ATAU KRITISI? ( bagian 3)


BEAL’S LIST ( predatory journal ) , KITA TERIMA ATAU KRITISI? ( bagian 3)

 

  1. Apakah Jeffrey Beals memiliki latar belakang dan keahlian yang mumpuni untuk menilai semua jurnal di dunia?

Setiap bulan, Jeffrey Beals meng-update daftar journal Potential, possible, or probable predatory scholarly open-access publishers yang ada dalamlaman blog pribadi nya. Bagaimana Beals melakukan hal ini dan bagaimana Beals menilai jurnal jurnal tersebut dengan keahlian nya? Sayang sekali ternyata Beals tidak memiliki formal traning lisence dalam menilai sebuah jurnal tersebut predatory atau bukan. Oleh karena itu, segala klaim Beals atas daftar tersbeut diberi nama “Potential, possible, or probable predatory scholarly open-access publishers”  dan bukan to the point menunjuk pada “predatory scholarly open-access publishers”. Bila Editor/reviewer journal tersebut protes maka Beals akan mengatas namakan hak kebebasan berbicara atau Freedom of Speech sehingga Beals akan terhindar dari tuntutan hukum.

Oleh karena itu akademisi dan periset di US menyarakan hal berikut terkait Beal’s list:

  1. Jangan mengacu pada Beal’s list lebih baik mengacu kepada lembaga resmi seperti  whitelisting criteria yang dikeluarkan oleh DOAJOASPACOPE, dan WAME
  2. Jangan mengacu pada kriteria Beals, Lebih baik mengacu pada kriteria whitelisting dari DOAJ lalu kita tentukan sendiri apakah jurnal tersebut predatory atau bukan.
  3. Bagaimana respon DIKTI sebagai institusi resmi yang menaungi penelitian dari Dosen Dosen di Indonesia?

Telah dijelaskan sebelumnya tahapan penilaian DIKTI terhadap hasil penelitian yang di publikasikan di jurnal international. Pertama DIKTI akan mengecek apakah jurnal yang dimaksud terindeks Scopus atau tidak pada laman www.scimagojr.com. Apabila jurnal tersebut tidak tercantum di laman tersebut maka DIKTI mengacu pada Beal’s List yang tentunya masih dalam tahap perimbangan karena masih bersifat kontroversial. Bila ingin mengacu pada Malaysia atau Australia, seharusnya Indonesia sebagai sebuah negara memiliki acuan tersendiri dalam menentukan sebuha jurnal diakui atau tidak. Rasanya tidak profesional bila Indonesia sebagai negara merdeka dan berkembang dalam segi ilmu pengetahuan namun menyandarkan kriteria publikasi jurnal pada laman pribadi blog seseorang saja.

Kondisi ini diharapkan menjadi perhatian kita semua sebagai insan akademisi yang menjadi bagian dari perkembangan ilmu pengetahuan dunia. Sebagai manusia merdeka kita berhak untuk berbagi ilmu pengetahuan yang ada pada diri kita. Pemikiran kritis dan saran terus menerus diperlukan agar insan insan akademisi dan peneliti Indonesia bisa maju ke dunia international melalui publikasi serta tidak gentar menghadapi “kekuatan” negara berkembang yang sudah lebih dulu menguasai ilmu pengetahuan dunia. Selamat berjuang.


Leave a Reply